Sejarah Candi Borobudur
Pada 1006 dalam sebuah letusan dahsyat gunung berapi, Borobudur terkubur
di bawah berlapis-lapis abu gunung berapi, situs kuno agama Buddha itu
terkubur dan terlelap dalam tidurnya.
Sehingga borobudur waktu itu terbentuk seperti bukit dengan hutan belukar dan disebut oleh masyarakat sekitar sebagai Redi Borobudur
Hingga pada suatu hari di tahun 1814 baru ditemukan kembali
dari balik lebatnya hutan belantara tropis.
Kala itu Raffles, wakil
gubernur Inggris untuk Jawa yang sedang menduduki pulau Jawa, mendengar
cerita para pemburu dan penduduk tentang sebuah candi besar yang
tersembunyi di dalam hutan belantara, maka ia mengutus insinyur Belanda,
H.C. Cornelius, untuk melakukan survey.
Dalam 2 bulan Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan
semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan
tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat
menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada
Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur.
Sehingga Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, dan menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di
Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya
seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap
Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya.
Wilsen, tahun 1853, yang mengatakan bahwa Hartman
menyuruh bongkar stupa puncak, dan menemukan sebuah arca Buddha yang
belum selesai, dan benda-benda lain termasuk sebilah keris. Di samping
itu Wilsen mendapat tugas membuat gambar-gambar tentang candi Borobudur.
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO,
Borobudur kembali menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha.
Sekali setahun pada saat bulan purnama sekitar bulan Mei atau Juni, umat
Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari yang
memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan
Siddhartha Gautama yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi
Buddha Shakyamuni.
Sumber :http://www.ladidacafe.in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar